Tiada keberuntungan
yang sangat besar dalam hidup ini, kecuali orang yang tidak memiliki sandaran,
selain bersandar kepada ALLAH. Dengan meyakini bahwa memang ALLAH-lah yang
menguasai segala-galanya, mutlak, tidak ada satu celah pun yang luput dari
kekuasaan ALLAH, tidak ada satu noktah sekecil apapun yang luput dari genggaman
ALLAH. Total, sempurna segala-galanya ALLAH yang membuat, ALLAH yang mengurus,
ALLAH yang menguasai.
Adapun kita, manusia,
diberi kebebasan untuk memilih, "Faalhamaha fujuu rahaa wa takwahaa",
"Dan sudah diilhamkan dihati kita untuk mau berbuat memilih mana kebaikan,
mana keburukan". (QS. Asy Syamsi 91:8) Potensi baik dan potensi buruk
telah diberikan kepada kita tinggal kita memilih mana yang akan kita kembangkan
dalam hidup ini. Oleh karena itu, jangan salahkan siapapun andaikata kita
termasuk orang yang berkelakuan buruk dan terpuruk, bukan karena salah
siapapun, kecuali diri kitalah yang memilih menjadi buruk dan terburuk,
naudzubillah.
Sedangkan keberuntungan
bagi orang-orang yang bersandarnya hanya kepada ALLAH mengakibatkan dunia ini,
atau siapapun, terlampau kecil untuk menjadi sandaran baginya. Perhatikan saja,
seseorang yang bersandar pada sebuah tiang akan sangat takut tiangnya diambil,
karena dia akan segera terguling, akan jatuh terpelanting. Bersandar kepada
sebuah kursi, dia akan sangat takut kursinya diambil. Begitulah orang-orang
yanga panik dalam hidup ini adalah orang-orang yang bersandar kepada
kedudukannya, bersandar kepada hartanya, bersandar kepada penghasilannya, bersandar
kepada kekuatan fisiknya, bersandar kepada depositonya, atau sandara-sandaran
yang lainnya.
Padahal semua yang kita
sadari sangat mudah bagi ALLAH (mengatakan "sangat mudah" juga ini
terlalu kurang etis), atau akan "sangat mudah sekali" bagi ALLAH
untuk mengambil apa saja yang kita sandari. Namun, andaikata kita bersandar
hanya kepada ALLAH yang menguasai setiap kejadian, "Laa khaufun alaihim
walaahum yahjanun", kita tidak akan pernah panik oleh apapun dan siapapun,
insyaallah.
Jabatan diambil, tidak
apa-apa, karena jaminan dari ALLAH tidak tergantung kepada jabatan kita. Apa
artinya kita diberi jabatan, kedudukan di kantor, di kampus, tapi kedudukan itu
malah memperbudak diri kita, bahkan tidak jarang menjerumuskan dan menghinakan
kita. Kita lihat banyak orang terpuruk hina karena jabatannya. Maka, kalau kita
bergantung pada kedudukan, jabatan, kita akan takut kehilangannya. Akibatnya,
kita akan berusaha mati-matian untuk mengamankannya dan terkadang menyebabkan
sikap kita jadi jauh dari kearifan.
Tapi, sungguh bagi
orang-orang yang bersandar hanya kepada ALLAH dengan ikhlas, ah silakan, buat
apa bagi saya jabatan, kalau jabatan itu tidak mendekatkan diri kita kepada
ALLAH, tidak membuat saya terhormat dalam pandangan ALLAH. Tidak apa-apa
jabatan kita kecil dalam pandangan manusia, tapi besar dalam pandangan ALLAH
karena kita dapat mempertanggungjawabkannya dengan baik. Tidak apa-apa kita
tidak mendapatkan pujian, penghormatan, dari makhluk, tapi mendapat
penghormatan yang besar dari ALLAH SWT. Karena kita tidak akan terjamin oleh
kedudukan kita, percayalah walaupun kita punya gaji 10 juta, tidak sulit bagi
ALLAH sehingga kita punya kebutuhan 12 juta. Kita punya gaji 15 juta, tapi oleh
ALLAH diberi penyakit seharga 16 juta, sudah pasti tekor itu.
Oleh karena itu, jangan
bersandar kepada gaji atau pula bersandar kepada tabungan. Sebab, punya
tabungan uang, mudah bagi ALLAH untuk mengambilnya. Cukup saja dibuat urusan
sehingga kita harus mengeluarkan uang yang lebih besar dari tabungan kita. Demi
ALLAH, tidak ada yang harus kita gantungi selain hanya ALLAH saja. Punya Bapak
seorang pejabat, punya kekuasaan, mudah bagi ALLAH untuk memberikan penyakit
yang membuat bapak kita tidak bisa menandatangani apapun, sehingga jabatannya
harus segera digantikan.
Punya suami gagah
perkasa; otot kawat balung besi, leher beton, urat kabel, wajah asbes. Begitu
kokohnya, lalu kita merasa aman dengan bersandar kepadanya, apa sulitnya bagi
ALLAH membuat sang suami muntaber, akan sangat sulit berkelahi atau beladiri
dalam keadaan 'muntaber'. Atau tiba-tiba muncul bisul-bisul di ujung tangan dan
jarinya, mukul siapa kalau tangannya bisulan. Atau ALLAH mengirimkan nyamuk
Aides Aigypty yang betina, lalu menggigitnya sehingga menderita demam berdarah,
maka lemahlah dirinya. Jangankan untuk membela orang lain, membela dirinya
sendiri juga sudah sulit, walaupun ia seorang jago beladiri karate misalnya.
Siapapun yang gagah
lalu petantang-petenteng, dikirim saja oleh ALLAH bakteri atau virus, maka
cukup untuk membuat gigil dan takluk. Sungguh tidak ada yang bisa digantungi.
Otak cerdas, tidak layak membuat kita bergantung pada otak kita, karena cukup
dengan kepleset menginjak kulit pisang kemudian terjatuh dengan kepala bagian
belakang membentur tembok, bisa geger otak, koma, bahkan mati.
Semakin kita bergantung
kepada sesuatu, semakin diperbudak kita oleh sesuatu itu. Oleh karena itu, para
istri jangan terlalu bergantung pada suami. Karena suami bukanlah pemberi
riski, suami hanya salah satu jalan rizki dari ALLAH SWT, suami setiap saat bisa
tidak berdaya. Suami pergi ke kantor, maka hendaknya istri menitipkannya kepada
ALLAH.
"Wahai ALLAH,
Engkaulah penguasa suami saya, titip matanya agar terkendali, titip hartanya
andai ada jatah rizki yang halal berkah bagi kami, tuntun supaya ia bisa ikhtiar
di jalan-Mu, hingga berjumpa dengan jatah rizkinya dalam keadaan barokah, tapi
kalau tidak ada jatah rizkinya, tolong diadakan yaa ALLAH, karena Engkaulah
yang Maha Pembuka dan Penutup rizki, jadikan pekerjaannya menjadi amal
sholeh".
Insyaallah suami pergi
bekerja di-back up oleh doa sang istri, subhaanallah.
Ketika pulang ternyata,
"Mah, tidak jadi kita dapat untung".
"Pah, kita sudah untung".
"Mana Papah tidak bawa uang?".
"Niat sudah merupakan keberuntungan, bersimbah keringat, berkuah peluh,
merupakan keuntungan, apa yang kurang Pah?"
"Tapi Mah, Papaph tidak berhasil dapat uang?"
"Subhaanallah, uang itu nanti pasti ada di saat yang tepat. Apalah
artinya kita punya uang, kalau hanya akan menjerumuskan, tenang Pah masih
ada stock beras".
"Tapi kan tidak ada lauk pauknya"
"Justru daging itu enak kalau jarang. Bayangkan kalau Papah makan
durian setiap hari, pasti itu durian tidak akan enak lagi. Pasti ada
hikmah, tidak ada keburukan yang tidak mengandung kebaikan. Tenang Pah"
"Mamah tidak kecewa?"
"Apa yang perlu dikecewakan, kewajiban kita hanya menyempurnakan niat
dan ikhtiar".
"Mah, tidak jadi kita dapat untung".
"Pah, kita sudah untung".
"Mana Papah tidak bawa uang?".
"Niat sudah merupakan keberuntungan, bersimbah keringat, berkuah peluh,
merupakan keuntungan, apa yang kurang Pah?"
"Tapi Mah, Papaph tidak berhasil dapat uang?"
"Subhaanallah, uang itu nanti pasti ada di saat yang tepat. Apalah
artinya kita punya uang, kalau hanya akan menjerumuskan, tenang Pah masih
ada stock beras".
"Tapi kan tidak ada lauk pauknya"
"Justru daging itu enak kalau jarang. Bayangkan kalau Papah makan
durian setiap hari, pasti itu durian tidak akan enak lagi. Pasti ada
hikmah, tidak ada keburukan yang tidak mengandung kebaikan. Tenang Pah"
"Mamah tidak kecewa?"
"Apa yang perlu dikecewakan, kewajiban kita hanya menyempurnakan niat
dan ikhtiar".
Subhaanallah, demikian
percakapan sebuah keluarga yang bersungguh-sungguh menyandarkan dirinya hanya
kepada ALLAH saja. "Wa maa yatawakkal alallah fahua hasbu", "Dan
barang siapa yang hatinya bulat tanpa ada celah, tanpa ada retak, tanpa ada
lubang sedikit pun. Bulat, total, penuh, hatinya hanya kepada ALLAH, bakal
dicukupi segala kebutuhannya" (Q.S At Thalaq 65: 3).
ALLAH Maha Pencemburu
dan tidak suka hati hambanya bergantung kepada makhluk, apalagi bergantung
kepada benda-benda mati. Mana mungkin itu terjadi, sedangkan setiap makhluk itu
ada dalam genggaman dan kekuasaan ALLAH. Kita bergantung kepada apa yang
dikuasai ALLAH, padahal ALLAH yang menguasai segala kejadian.
Oleh karena itu, harus
bagi kita untuk terus menerus meminimalkan penggantungan. Karena makin banyak
bergantung, siap-siap saja makin banyak kecewa. Padahal, yang kita gantungi
"Laahaula walaa quwwata illaa billah" (tiada daya dan kekuatan yang
dimilikinya kecuali atas kehendah ALLAH). Maka, sudah seharusnya hanya kepada
ALLAH sajalah kita menggantungkan, kita menyandarkan segala sesuatu, dan
sekali-kali tidak kepada yang lain.
(Ust. Abdullah Gymnastiar)
Posting Komentar