Diberdayakan oleh Blogger.
Latest Post

Cara Menaikkan 'Links in' dan 'Alexa Rank' dengan Cepat

Written By Akmal Rahman on Senin, 14 Oktober 2013 | 09.22

Cara meningkatkan jumlah Sites Linking In dan Alexa rank, saya baca ketika berkunjung di blog sahabat, kemudian saya lihat Widget Alexa Rank-nya. Woowww…. Site Link In - nya banyak sekali. Sudah lama sebenarnya saya menemukan posting seperti ini, namun dulu saya sanksi apakah benar cara ini bisa berhasil menaikkan PR dan backlink. Setelah saya membacanya kembali dan masih kurang yakin atas Site Link In Alexa Rank yang saya lihat di alexa-nya sayapun kembali lagi mengunjungi blog-blog yang telah mengikuti cara ini. Dan ternyata benar, blog-blog yang menerapkan cara ini Page Rank juga ikut meningkat namun yang paling menonjol adalah Site Linking yang dimiliki blog-blog tersebut sungguh banyak sekali.


Jika kita memiliki PR yang bagus dan backlink yang banyak, maka sangat cocok jika kita ikut program semacam paid reviews. Saya sungguh menyesal tidak menerapkan cara ini sejak dulu. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Karena saya ingin memoneytize kan blog ini ke program paid reviews.

Caranya sangatlah mudah, Anda hanya tinggal copy link yang berada di bawah ini dengan syarat harus menghapus link pada peringkat 1 dari daftar, lalu pindahkan yang tadinya nomor 2 menjadi nomor 1, nomor 3 menjadi nomor 2, nomor 4 menjadi nomor 3, dst. Kemudian masukan link blog Anda sendiri pada urutan paling bawah ( nomor 10). Dan silahkan ajak teman Anda untuk mengikuti cara ini serta sebarkan cara ini ke banyak Situs Jejaring Sosial.

  1. Blogodolar
  2. Alwi's Blog
  3. TrijayaNews
  4. Bimo Hery Prabowo
  5. Bayu Mukti
  6. Cosarosta.com
  7. wakakak.net
  8. BlogBizTutor
  9. Bajaklautdjino
  10. Blog Khotib

Keterangan:
Jika Anda mampu mengajak lima orang saja untuk mengcopy artikel ini maka jumlah backlink yang akan didapat adalah:

Posisi 10, jumlah backlink = 1
Posisi 9, jumlah backlink = 5
Posisi 8, jumlah backlink = 25
Posisi 7, jumlah backlink = 125
Posisi 6, jumlah backlink = 625
Posisi 5, jumlah backlink = 3,125
Posisi 4, jumlah backlink =15,625
Posisi 3, jumlah backlink = 78,125
Posisi 2, jumlah backlink = 390,625
Posisi 1, jumlah backlink = 1,953,125

Dan nama dari alamat blog dapat dimasukan kata kunci yang anda inginkan yang juga dapat menarik perhatian untuk segera diklik. Dari sisi SEO anda sudah mendapatkan 1,953,125 backlink dan efek sampingnya jika pengunjung downline mengklik link anda maka anda juga mendapat traffic tambahan.

Saya sarankan Anda mencoba cara ini dan silakan copy lalu sebarkan artikel ini atau bisa dengan cara mengkopi kode di bawah ini agar simple tanpa repot, kemudian buat sebuah postingan menggunakan menu Edit Html (agar link-linknya tidak hilang karena di sinilah letak Site Link in Alexa itu). Hilangkan link nomor 1 dan masukan alamat blog Anda pada nomor 10. Buktikan sendiri hasilnya setelah itu baru kementar.

Jayalah Indonesiaku!

Written By Akmal Rahman on Minggu, 13 Oktober 2013 | 16.58


Indonesia's Dream Team is here!

Keistimewaan Idul Adha serta Idul Qurban


Alhamdulillah, sebentar lagi Idul Adha tiba, hari raya besar Umat Muslim. Di hari itu semua orang bergembira. Tapi diantara kebahagiaan itu, apakah sobat blogger tahu keistimewaan Idul Adha serta Idul Qurban? Yuk, kami sajikan infonya,
1.   Sepuluh Hari Pertama. Pada 10 hari pertama pada bulan DzulHijjah, keistimewaannya hampir sama dengan Lalatul Qadr. Jadi harus banyak-banyak bermunajat kepada Allah SWT
2.   Puasa Arafah. Di bulan Dzulhijjah ada hari yang disebut Arafah, yang di sunnah-kan untuk berpuasa. Hari Arafah kira-kira bertepatan pada 9/10 DzulHijjah. Jika kita berpuasa pada hari itu, dosa-dosa di tahun sebelum dan sesudah Puasa akan hilang, kecuali dosa Syirik (mengakui tuhan selain Allah SWT)
3.   Qurban. ber-qurban adalah Sunnah bagi Kaum Muslimin yang mampu (secara Materi). Qurbn bukan sekali seumur hidup, tetapi setiap tahun jika mampu. Insya Allah jika kita berqurban pahala kita akan dilipat gandakan. 
Sekarang sobat sudah tahu kan? Semoga bermanfaat ^_^ 

Tips: Awet Muda ala Islam

Written By Akmal Rahman on Rabu, 09 Oktober 2013 | 17.39



Siapa yang enggak mau awet muda ? pasti semuanya mau, enggak laki-laki enggak perempuan. bagi anda yang ingin awet muda ala Islam, yuk simak tulisan berikut ini.

Mungkin secara kesehatan saya tidak terlalu mengetahui, tapi yang saya ketahui bahwa ketika seseorang tersenyum, dia hanya menggunakan 17 otot wajah. dibanding dengan ketika seseorang cemberut, dia menggunakan 43 otot wajah.

Bayangkan saja dari sisi ini (penggunaan otot wajah). jelas tersenyum menjadikan kita lebih irit dalam penggunaan otot wajah dari pada cemberut. disamping itu, dengan tersenyum otot wajah kita akan tetap terjaga kekencangannya. dan dengan cemberut, otot wajah kita terasa ketarik. coba saja praktekkan, kita akan merasakan perbedaannya.

Selain dari sisi yang nampak. tersenyum juga memberikan efek ketenangan pada hati. menjadikan kita semangat dan selalu husnu dhan (berpikiran positif). ditambah lagi ketika kita tersenyum kepada orang lain, tanpa terasa ketika itu kita sedang berbagi kebahagiaan dengan orang tersebut.

Dalam Islam, selain tersenyum adalah salah satu perbuatan baik. tersenyum juga dianggap sedekah. berikut sabda Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- :

تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ


Artinya : "Senyummu untuk saudaramu adalah (berpahala) sedekah bagimu." (HR Tirmidzi)

Dengan melihat banyaknya manfaat
 tersenyum. mari kita praktekkan tersenyum kepada orang lain. tapi ingat ! bukan kepada sembarang orang. tapi kepada orang-orang yang halal bagi kita. seperti senyum suami kepada istrinya atau sebaliknya. anak kepada orang tuanya. atau laki-laki kepada sahabat laki-laki. wanita kepada sahabat wanita.

Tersenyum. selain bisa membuat kita awet muda, juga menjadi catatan amal shalih kita di akherat. mari
 tersenyum !

Tukar Link

Written By Akmal Rahman on Rabu, 02 Oktober 2013 | 10.47


Assalamu'alaikum sobat dan sobat blogger sekalian! Mari Tukar Link, dengan tukar link, semakin mudah untuk memasarkan Web/Blog anda, serta anda akan mendapatkan backlink.







Syarat Bertukar Link:
  1. Copy+Paste-kan kode diatas ke blog anda.
  2. Follow Google+ Blog Khotib, anda bisa mem-follow-nya disini.
  3. Kemudian konfirmasikan di komentar
  4. Saya akan memasang link anda jika sudah!

Terima kasih sobat, atas waktunya ^_^

Hukum menggambar dalam Islam

Written By Akmal Rahman on Sabtu, 28 September 2013 | 15.18


Ada dua perkara yang menjadi sebab diharamkannya gambar bernyawa:

1.    Karena dia disembah selain Allah.
Ini berdasarkan hadits Aisyah radhiallahu anha dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda tentang gambar-gambar yang ada di gereja Habasyah:
إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلكَ الصُّوَرَ فَأُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Mereka (ahli kitab), jika ada seorang yang saleh di antara mereka meninggal, mereka membangun masjid di atas kuburnya dan mereka menggambar gambar-gambar itu padanya. Merekalah makhluk yang paling jelek di sisi Allah pada hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari no. 427 dan Muslim no. 528)
Juga berdasarkan hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ
“Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah para penggambar.” (HR. Al-Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109)
Dan sudah menjadi kesepakatan para ulama bahwa dosa yang siksaannya paling besar adalah kesyirikan.
Al-Khaththabi berkata, “Tidaklah hukuman bagi (pembuat) gambar (bernyawa) itu sangat besar kecuali karena dia disembah selain Allah, dan juga karena melihatnya bisa menimbulkan fitnah, dan membuat sebagian jiwa cendrung kepadanya.” Al-Fath (10/471)

2.    Dia diagungkan dan dimuliakan baik dengan dipasang atau digantung, karena mengagungkan gambar merupakan sarana kepada kesyirikan.
Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata dalam Al-Qaul Al-Mufid (3/213), “Alasan disebutkannya kuburan bersama dengan gambar adalah karena keduanya bisa menjadi sarana menuju kesyirikan. Karena asal kesyirikan pada kaum Nuh adalah tatkala mereka menggambar gambar orang-orang saleh, dan setelah berlalu masa yang lama merekapun menyembahnya.”
Dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah (1/455) disebutkan, “Karena gambar bisa menjadi sarana menuju kesyirikan, seperti pada gambar para pembesar dan orang-orang saleh. Atau bisa juga menjadi sarana terbukanya pintu-pintu fitnah, seperti pada gambar-gambar wanita cantik, pemain film lelaki dan wanita, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang.”

Tambahan:
Sebagian ulama menambahkan illat (sebab) pengharaman yang lain yaitu karena gambar bernyawa menyerupai makhluk ciptaan Allah. Mereka berdalil dengan hadits Aisyah:
إِنَّ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُشَبِّهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ 
“Sesungguhnya manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah mereka yang menyerupakan makhluk Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 5525 dan ini adalah lafazhnya)

Hanya saja sebagian ulama lainnya menolak illat ini dengan beberapa alasan:

1.    Makhluk-makhluk Allah sangat banyak, seandainya sebab larangan menggambar adalah karena menyerupai ciptaan Allah, maka keharusannya dilarang juga untuk menggambar matahari, langit, pegunungan, dan seterusnya, karena mereka semua ini adalah makhluk Allah. Padahal para ulama telah sepakat akan bolehnya menggambar gambar-gambar di atas.
2.    Dalil-dalil telah menetapkan dikecualikannya mainan anak-anak dari larangan gambar bernyawa, dan tidak diragukan bahwa mainan anak-anak juga mempunyai kemiripan dengan makhluk ciptaan Allah. Tapi bersamaan dengan itu Nabi shallallahu alaihi wasallam mengizinkan Aisyah untuk bermain boneka.
3.    Dalil-dalil juga mengecualikan bolehnya menggunakan gambar-gambar bernyawa jika dia tidak dipasang atau digantung atau dengan kata lain dia direndahkan dan dihinakan. Ini berdasarkan hadits Aisyah yang akan datang, dimana Nabi shallallahu alaihi wasallam mengizinkan Aisyah membuat bantal dari kain yang bergambar, padahal gambar tersebut menyerupai ciptaan Allah.
4.    Ketiga alasan di atas menghantarkan kita kepada alasan yang keempat yaitu tidak mungkinnya kita memahami hadits Aisyah di atas dengan pemahaman bahwa alasan diharamkannya gambar hanya karena dia menyerupai ciptaan Allah semata. Akan tetapi kita harus memahaminya dengan makna ‘penyerupaan’ yang lebih khusus, yaitu menyerupakan Allah dengan makhluk yang dia gambar tersebut. Ini bisa kita lihat dari kalimat: يُشَبِّهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ Hal itu karena orang-orang Arab tidak pernah mengikutkan huruf ‘ba’ pada maf’ulun bihi (objek). Akan tetapi mereka hanya menggunakan susunan kalimat seperti ini jika pada kalimat tersebut terdapat maf’ulun bih baik disebutkan seperti pada kalimat: كسرْتُ بالزجاجةِ رأسَه (aku memecahkan kepalanya dengan kaca) maupun jika dia dihilangkan seperti pada hadits Aisyah di atas: يُشَبِّهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ, dimana kalimat lengkapnya (taqdirnya) -wallahu a’lam- adalah: الذين يشبهون الله بخلق الله (mereka yang menyerupakan Allah dengan makhluk Allah) yakni dia juga menyerahkan ibadah kepada gambar tersebut sebagaimana dia beribadah kepada Allah, atau dengan kata lain dia berbuat kesyirikan kepada Allah bersama gambar-gambar tersebut.
Makna inilah yang ditunjukkan dalam hadits-hadits ada seperti hadits Ibnu Mas’ud yang tersebut pada illat pertama di atas, dimana penggambar disifati sebagai manusia yang paling keras siksaannya. Dan sudah dimaklumi bahwa manusia yang paling keras siksaannya adalah kaum kafir dan orang-orang musyrik.

Juga hadits Aisyah radhiallahu anha dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda tentang gambar-gambar yang ada di gereja Habasyah:
إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلكَ الصُّوَرَ فَأُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Mereka (ahli kitab), jika ada seorang yang saleh di antara mereka meninggal, mereka membangun masjid di atas kuburnya dan mereka menggambar gambar-gambar itu padanya. Merekalah makhluk yang paling jelek di sisi Allah pada hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari no. 427 dan Muslim no. 528)
Dan tentunya manusia yang paling jelek adalah orang-orang kafir dan musyrik.

Juga hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Saya mendengar Nabi  shallallahu alaihi wasallam bersabda:
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِي فَلْيَخْلُقُوا بَعُوضَةً أَوْ لِيَخْلُقُوا ذَرَّةً
“Allah Azza wa Jalla berfirman, “Siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang berkehendak mencipta seperti ciptaan-Ku. Kenapa mereka tidak menciptakan lalat atau kenapa mereka tidak menciptakan semut kecil (jika mereka memang mampu)?!” (HR. Al-Bukhari no. 5953, Muslim no. 2111, Ahmad, dan ini adalah lafazhnya)
Maksud hendak mencipta seperti ciptaan-Ku adalah: Bermaksud menandingi sifat penciptaan Allah, dan ini jelas merupakan kesyirikan dalam rububiah, karenanya dia dikatakan sebagai makhluk yang paling zhalim karena kesyirikan adalah kezhaliman yang paling besar. Adapun bermaksud menyerupai makhluk tanpa bermaksud menyerupai sifat penciptaan, maka hal itu tidak termasuk dalam hadits ini.

Kesimpulannya: Illat (sebab) diharamkannya gambar hanya terbatas pada dua perkara yang disebutkan pertama. Adapun karena menyerupai ciptaan Allah, maka tidak ada dalil tegas yang menunjukkan dia merupakan sebab terlarangnya menggambar, wallahu a’lam.
Setelah kita memahami sebab dilarangnya menggambar, maka berikut kami bawakan secara ringkas hukum menggambar dalam Islam, maka kami katakan:
Gambar terbagi menjadi 2:

1.    Yang mempunyai roh. Ini terbagi lagi menjadi dua:
a.    Yang 3 dimensi. Ini terbagi menjadi dua:
Pertama: Gambar satu tubuh penuh.
Jika bahan pembuatnya tahan lama -seperti kayu atau batu atau yang semacamnya-, maka hampir seluruh ulama menyatakan haramnya secara mutlak, baik ditujukan untuk disembah maupun untuk selainnya. Sementara dinukil dari Abu Said Al-Ashthakhri Asy-Syafi’i bahwa dia berpendapat: Gambar 3 dimensi hanya haram dibuat jika ditujukan untuk ibadah. Akan tetapi itu adalah pendapat yang lemah.

Adapun yang bahan bakunya tidak tahan lama, misalnya dibuat dari bahan yang bisa dimakan lalu dibentuk menjadi gambar makhluk, seperti coklat, roti, permen, dan seterusnya. Yang benar dalam masalah ini adalah jika dia dibuat untuk dipasang atau digantung maka itu diharamkan. Akan tetapi jika dia dibuat untuk dimakan atau dijadikan mainan anak maka tidak mengapa karena itu adalah bentuk menghinakannya, dan akan diterangkan bahwa mainan anak-anak dikecualikan dari hukum ini.

Kemudian, di sini ada silang pendapat mengenai mainan anak-anak, apakah diperbolehkan atau tidak. Ada dua pendapat di kalangan ulama:

Pertama: Boleh. Ini adalah mazhab Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, dan yang diamalkan oleh kebanyakan ulama belakangan dari mazhab Ahmad. Dan inilah pendapat yang lebih tepat.
Mereka berdalil dengan hadits dari Aisyah radhiallahu ‘anha dia berkata:
كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ لِي صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِي فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِي
“Aku pernah bermain dengan (boneka) anak-anak perempuan di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan aku mempunyai teman-teman yang biasa bermain denganku. Apabila Rasulullah shallaallahu’alaihi wa sallam masuk, mereka bersembunyi dari beliau. Sehingga beliau memanggil mereka supaya bermain bersamaku.” (HR. Al-Bukhari no. 5665 dan Muslim no. 4470)

Pendapat kedua: Tetap tidak diperbolehkan. Ini adalah Mazhab Ahmad dan pendapat dari sekelompok ulama Malikiah dan Syafi’iyah. Pendapat ini juga dinukil dari Ibnu Baththal, Ad-Daudi, Al-Baihaqi, Al-Hulaimi, dan Al-Mundziri.

Catatan:

Perbedaan pendapat mengenai mainan anak 3 dimensi yang dinukil dari para ulama salaf hanya berkenaan dengan mainan yang dibuat dari benang wol, kain, dan semacamnya. Adapun mainan yang terbuat dari plastik -seperti pada zaman ini-, maka para ulama belakangan juga berbeda pendapat tentangnya:

1. Diharamkan. Yang dikenal berpendapat dengan pendapat ini adalah Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah.
2. Boleh, dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama di zaman ini, dan inilah insya Allah pendapat yang lebih tepat.

Kedua: Jika gambarnya hanya berupa sebagian tubuh. Ini juga terbagi dua:

1. Yang tidak ada adalah kepalanya. Hukumnya adalah boleh karena dia tidak lagi dianggap gambar makhluk bernyawa. Ini adalah pendapat seluruh ulama kecuali Al-Qurthubi dari mazhab Al-Maliki dan Al-Mutawalli dari mazhab Asy-Syafi’i, dan keduanya terbantahkan dengan ijma’ ulama yang sudah ada sebelum keduanya.
2. Yang tidak ada adalah selain kepalanya, dan ini juga ada dua bentuk:

a. Jika yang tidak ada itu tidaklah membuat manusia mati, misalnya gambarnya seluruh tubuh kecuali kedua tangan dan kaki. Karena manusia yang tidak mempunyai tangan dan kaki tetap masih bisa hidup. Hukum bentuk seperti ini sama seperti hukum gambar satu tubuh penuh yaitu tetap dilarang.
b. Jika yang tidak ada itu membuat manusia mati, misalnya gambar setengah badan. Karena manusia yang terbelah hingga dadanya tidak akan bisa bertahan hidup. Maka gambar seperti ini boleh karena diikutkan hukumnya kepada gambar makhluk yang tidak bernyawa. Ini merupakan mazhab Imam Empat.

b.    Yang 2 dimensi. Yang dua dimensi terbagi lagi menjadi 2:
Pertama: Yang dibuat dengan tangan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung seperti menggambar melalui komputer tapi tetap dengan tangan (misalnya dengan memegang mouse) . Ini terbagi juga menjadi dua:
1.    Gambarnya tidak bergerak, maka ini juga ada dua bentuk:
•    Gambar satu tubuh penuh. Ada dua pendapat besar di kalangan ulama mengenai hukumnya:

a.    Haram secara mutlak. Ini adalah riwayat yang paling shahih dari Imam Ahmad, salah satu dari dua sisi dalam mazhab Abu Hanifah, dan sisi yang paling shahih dalam mazhab Asy-Syafi’i.
b.    Haram kecuali yang dibuat untuk direndahkan dan dihinakan atau yang dijadikan mainan anak. Ini adalah sisi yang lain dalam mazhab Hanabilah dan Asy-Syafi’iyah, sisi yang paling shahih dalam mazhab Abu Hanifah, dan yang baku dalam mazhab Malik.

Mereka berdalil dengan hadits Aisyah radhiallahu anha berkata: Rasulullah masuk ke rumahku sementara saya baru saja menutup rumahku dengan tirai yang padanya terdapat gambar-gambar. Tatkala beliau melihatnya, maka wajah beliau berubah (marah) lalu menarik menarik tirai tersebut sampai putus. Lalu beliau bersabda:
إِنَّ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُشَبِّهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ 
“Sesungguhnya manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah mereka yang menyerupai penciptaan Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 5525 dan ini adalah lafazhnya)

Dalam riwayat Muslim:
أَنَّهَا نَصَبَتْ سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَنَزَعَهُ ، قَالَتْ : فَقَطَعْتُهُ وِسَادَتَيْنِ
“Dia (Aisyah) memasang tirai yang padanya terdapat gambar-gambar, maka Rasulullah masuk lalu mencabutnya. Dia berkata, “Maka saya memotong tirai tersebut lalu saya membuat dua bantal darinya.”

Maka hadits ini dan yang semisalnya menunjukkan bahwa selama gambar tersebut tidak dipasang dan tidak juga digantung maka dia sudah dikatakan ‘mumtahanah’ (direndahkan/dihinakan).

1.     Adapun gambar dua dimensi yang tidak satu tubuh penuh (misalnya setengah badan), maka perincian dan hukumnya sama seperti pada pembahasan gambar 3 dimensi, demikian pula pendapat yang rajih di dalamnya.
2.    Jika gambar dengan tangan ini bergerak, atau yang kita kenal dengan kartun. Yaitu dimana seseorang menggambar beberapa gambar yang hampir mirip, lalu gambar-gambar ini ditampilkan secara cepat sehingga seakan-akan dia bergerak.

Hukumnya sama seperti gambar yang tidak bergerak di atas, karena hakikatnya dia tidak bergerak akan tetapi dia hanya seakan-akan bergerak di mata orang yang melihatnya.
Kedua: Yang dibuat dengan alat, baik gambarnya tidak bergerak seperti foto maupun bergerak seperti yang ada di televisi.

Ini termasuk masalah kontemporer karena yang seperti ini belum ada bentuknya di zaman para ulama salaf. Gambar dengan kamera dan semacamnya ini baru muncul pada tahun 1839 M yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang berkebangsaan Inggris yang bernama William Henry Fox.

Ada dua pendapat di kalangan ulama belakangan berkenaan dengan hal ini:

Pendapat pertama: Diharamkan kecuali yang dibutuhkan dalam keadaan terpaksa, seperti foto pada KTP, SIM, Paspor, dan semacamnya. Ini adalah pendapat masyaikh: Muhammad bin Ibrahim, Abdul Aziz bin Baaz, Abdurrazzaq Afifi, Al-Albani, Muqbil bin Hady, Ahmad An-Najmi, Rabi’ bin Hadi, Saleh Al-Fauzan, dan selainnya rahimahumullah.

Para ulama ini berdalil dengan 5 dalil akan tetapi semuanya tidak jelas menunjukkan haramnya gambar dengan alat ini.

Pendapat kedua: Boleh karena yang dibuat dengan alat bukanlah merupakan gambar hakiki, karenanya dia tidak termasuk ke dalam dalil-dalil yang mengharamkan gambar. Ini adalah pendapat masyaikh: Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin, Abdul Aziz bin Abdillah Alu Asy-Syaikh, Abdul Muhsin Al-Abbad, dan selainnya rahimahumullah.

Para ulama ini berdalil dengan 3 dalil akan tetapi hakikatnya hanya kembali kepada 1 dalil yaitu bahwa gambar dengan alat bukanlah gambar hakiki.

Kami sengaja tidak membawakan dalil-dalil tiap pendapat karena ini hanyalah pembahasan ringkas dan hanya untuk merinci masalah dalam hal ini. Ala kulli hal, pendapat yang lebih tepat menurut kami adalah pendapat yang kedua, yaitu yang berpendapat bahwa gambar dengan alat tidaklah diharamkan pada dasarnya, kecuali jika dia disembah selain Allah atau dia dipasang atau digantung yang merupakan bentuk pengagungan kepada gambar dan menjadi wasilah kepada kesyirikan wallahu a’lam.

Pendapat ini kami pandang lebih kuat karena pada dasarnya gambar dengan alat bukanlah ‘shurah’ secara bahasa. Hal itu karena ‘shurah’ (gambar) secara bahasa adalah ‘at-tasykil’ yang bermakna membentuk sebuah ‘syakl’ (bentuk) atau ‘at-tashwir’ yang bermakna menjadikan sesuatu di atas bentuk atau keadaan tertentu. Jadi ‘shurah’ yang hakiki secara bahasa mengandung makna memunculkan atau mengadakan zat yang tidak ada sebelumnya. 
Dan makna inilah yang ditunjukkan dalam Al-Qur`an, seperti pada firman-Nya:
وَصَوَّرَكُمْ فِي الْأَرْحَامِ كَيْفَ يَشَاءُ
“Dan Dia membentuk kalian di dalam rahim sesuai dengan kehendak-Nya.”

Juga pada firman-Nya:
فِي أَيِّ صُوْرَةٍ مَا شَاءَ رَكَّبَكَ
“Pada bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia membentuk kalian.”

Sementara gambar fotografi tidaklah mengandung makna ‘shurah’ yang kita sebutkan di atas. Karena gambar fotografi bukanlah memunculkan suatu zat/bentuk yang tidak ada sebelumnya, akan tetapi gambar fotografi hanyalah kebalikan dari benda aslinya.

Hal ini bisa kita pahami dengan memahami prinsip kerja kamera yaitu sebagai berikut:
Kamera terdiri dari lensa cembung dan film, jika dia menerima cahaya (dalam hal ini cahaya berbentuk objek yang dipotret), maka lensa ini akan memfokuskan cahaya tersebut, dimana hasilnya adalah berupa bayangan yang terbalik yang bisa ditangkap oleh layar. Bayangan ini terekam dalam film yang sensitif terhadap cahaya.

Untuk membuktikan hal ini, kita bisa mengambil sebuah lensa cembung (lup). Kita hadapkan lup ini menghadap keluar jendela yang terbuka. Lalu kita letakkan selembar kertas putih di belakang lup tersebut, maka kita pasti akan melihat sebuah bayangan pemandangan luar jendela di kertas putih tadi akan tetapi posisinya terbalik.

Setelah kita memahami prinsip kerja kamera, maka kita tidak akan mendapati makna ‘shurah’ di dalamnya. Yang menjadi ‘shurah’ hakiki dalam kasus di atas adalah cahaya (berbentuk benda) yang datang menuju lensa kamera, sementara cahaya ini yang mengadakan dan membentuknya adalah Allah Ta’ala, bukan kamera dan bukan pula sang fotografer. Kamera sendiri hanya membalik bayangan yang datang tersebut dan kamera ini dioperasikan oleh fotografer.

Sekarang akan muncul pertanyaan: Apakah proses membalik cahaya benda dianggap sebagai ‘shurah’ atau gambar?

Jawabannya: Tidak, dia bukanlah ‘shurah’. Karena ‘shurah’ tidak mungkin ada kecuali ada ‘mushawwir’ (penggambar) dan orang ini harus punya kemampuan menggambar. Sementara membalik cahaya bisa terjadi walaupun tidak ada mushawwir atau orang yang melakukannya tidak paham menggambar. Misalnya: Seseorang berdiri di depan cermin atau air sehingga terlihat bayangannya. Maka bayangan ini hanyalah kebalikan dari benda aslinya, orang yang berdiri tidak melakukan apa-apa, tidak menyentuh apa-apa, bahkan mungkin dia adalah orang yang tidak bisa menggambar sama sekali. Karenanya tidak ada seorangpun yang menamakan bayangan di cermin sebagai ‘shurah’ (gambar), baik secara bahasa maupun secara urf (kebiasaan).

Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin memperumpamakan hal ini seperti memfoto kopi sebuah buku, karena huruf-huruf yang ada di dalam hasil foto kopian adalah hasil tulisan pemilik buku, bukan hasil tulisan orang yang mengoperasikan foto kopi dan bukan bula tulisan dari foto kopi tersebut.

Demikian penjelasannya secara ringkas, wallahu a’lam bishshawab.

Catatan:

Ketika kita katakan bahwa gambar 2 dimensi dengan alat bukanlah gambar secara hakiki, maka itu tidaklah mengharuskan bolehnya menggantung foto-foto karena hal itu bisa menjadi sarana menuju pengagungan yang berlebihan kepada makhluk yang hal itu merupakan kesyirikan.

2.    Yang tidak mempunyai roh. Terbagi menjadi:

a.    Yang tumbuh seperti tanaman.
Hukumnya boleh  berdasarkan pendapat hampir seluruh ulama.

b.    Benda mati. Yang ini terbagi:
1.    Yang bisa dibuat oleh manusia.
2.    Yang hanya bisa dicipta oleh Allah seperti matahari

Hukum gambar yang tidak mempunyai roh dengan semua bentuknya di atas adalah boleh berdasarkan dalil-dalil yang telah kami sebutkan di sini. Karenanya para ulama sepakat akan bolehnya menggambar makhluk yang tidak bernyawa.

Sebagai catatan terakhir kami katakan:

Di sini kami hanya menyebutkan hukum asal gambar dengan semua bentuknya, kami tidak berbicara mengenai hukum gambar dari sisi penggunaannya atau berdasarkan apa yang terdapat dalam gambar tersebut. Karena para ulama sepakat tidak boleh melihat aurat sesama jenis atau lawan jenis atau aurat yang bukan mahramnya atau melihat perkara haram lainnya, sebagaimana mereka sepakat tidak bolehnya melihat sesuatu (baik berupa gambar maupun selainnya) yang menyibukkan dan melalaikan dari ibadah, sebagaimana haramnya menggantung atau memasang sesuatu dengan tujuan diagungkan, baik dia berupa gambar maupun bukan. Wallahu Ta’ala A’la wa A’lam.

[Sumber bacaan: Mas`alah At-Tashwir oleh Dr. Abdul Aziz bin Ahmad Al-Bajadi, Bayan Tadhlil fii Fatwa Al-Umrani fii Jawaz At-Tashwir oleh Asy-Syaikh Yahya Al-Hajuri, Tahrim At-Tashwir oleh Asy-Syaikh Hamud bin Abdillah At-Tuwaijiry, Hukmu At-Tashwir Al-Futughrafi oleh Walid bin Raasyid As-Saidan, Al-Ibraz li Aqwal Al-Ulama` fii Hukmi At-Tilfazh yang dikumpulkan oleh Luqman bin Abi Al-Qasim]

Aqidah: Generasi Qur'ani yang Unik


Ada suatu kenyataan sejarah yang patut direnungkan oleh setiap ummat Islam 
di setiap tempat dan di setiap waktu. Mereka patut merenungkannya lama-lama, 
karena ia mempunyai pengaruh yang menentukan bagi metode dan arah 
pengajaran/pembelajaran Islam.


Da'wah Islam pernah menghasilkan suatu generasi manusia, yaitu generasi 
sahabat -Semoga Allah meridhai mereka- suatu generasi yang mempunyai ciri 
tersendiri dalam seluruh sejarah Islam, dalam seluruh sejarah ummat manusia. 
Lalu da'wah ini tidak pernah menghasilkan jenis yang seperti ini sekali 
lagi. Memang terdapat orang-orang itu sepanjang sejarah. Tetapi belum pernah 
terjadi sekalipun juga bahwa demikian banyaknya, pada suatu tempat, 
sebagaimana yang pernah terjadi pada periode pertama dari kehidupan da'wah 
ini.


Kenyataan ini jelas terjadi. Ia mempunyai makna yang patut direnungkan 
lama-lama, dengan harapan kita mengetahui hasilnya.


Qur'an yang dimiliki da'wah ini di tangan kita. Hadits Rasulullah Saw. Dan 
petunjuk-petunjuknya yang praktis, semuanya juga ada di tangan kita. 
Demikian juga sejarahnya yang mulia. Sebagaimana semuanya itu juga terdapat 
di tangan generasi yang pertama itu. Yang tidak ada sekarang hanyalah 
diri-pribadi Rasulullah Saw. Apakah ini yang menjadi rahasianya?


Andaikata adanya pribadi Rasulullah Saw itu demikian menentukan da'wah ini 
agar dapat mendapatkan buahnya tentulah Allah tidak menjadikannya sebagai 
risalah terakhir dan untuk seluruh ummat manusia. Tentu tidak akan 
diserahkan kepadanya persoalan manusia di atas bumi ini, sampai kepada masa 
yang terakhir.


Tetapi Allah telah menjamin untuk memelihara ketinggian da'wah ini dan 
mengajarkan bahwa da'wah ini mungkin berjalan terus setelah tidak adanya 
Rasulullah Saw. Jadi tidak adanya diri Rasulullah Saw tidak dapat memberikan 
tafsiran atau merupakan sebab dari peristiwa sejarah itu.


Lalu, marilah kita teliti sebab yang lain. Marilah kita lihat sumber tempat 
pengambilan generasi pertama. Mungkin ada yang telah berubah dalam hal ini. 
Kita perhatikan metode yang mereka pergunakan, kalau-kalau ada yang juga 
telah berubah dalam hal ini.


Sumber pertama yang menjadi tempat pengambilan generasi itu adalah Al 
Qur'an. Al Qur'an saja. Hadits dan petunjuk Rasullah Saw adalah hanya salah 
satu bekas dari sumber itu: "Sewaktu A'isyah Ra. ditanya tentang budi 
pekerti Rasul Saw ia berkata: Budi pekertinya adlaah Al Qur'an" (Hadits 
Nasai) Jadi Al Qur'an satu-satunya sumber tempat pengambilan mereka, 
standard yang menjadi ukuran mereka dan tempat dasar mereka berfikir.


Hal ini bukan karena manusia di jaman itu tidak mempunyai peradaban, atau 
pengetahuan, atau ilmu, atau buku, atau studi. Waktu itu ada kebudayaan 
Romawi, yang sampai sekarang masih dihayati Eropa. Juga bekas-bekas 
peninggalan peradaban, logika, filsafat, dan kesenian Yunani Kuno, dan 
sampai sekarang masih tetap merupakan sumber pemikiran Barat. Juga peradaban 
Persia, dengan seni, sastra, dongeng, kepercayaan, dan sistem pemerintahan. 
Dan masih banyak peradaban lain, seperti Cina, India, Yahudi, Nasrani dan 
lain-lain. Jadi yang kurang bukanlah peradaban-peradaban internasional 
sehingga generasi itu terpaksa membatasi diri kepada Kitab Allah saja. 
Tetapi hal itu adalah suatu 'rencana' yang telah dibuat. Suatu metode yang 
disengaja. Hal ini dapat dilihat pada kemarahan Rasulullah Saw. pada waktu 
melihat di tangan Umar bin Khatab Ra selembar kitab Taurat. Beliau berkata: 
"Demi Allah, seandainya Nabi Musa hidup di kalangan kamu sekarang ini, ia 
mesti mengikuti saya." (HR Al Hafiz Abu Ya'la, dari Hammad, dari As-Syabi , 
dari Jabir)


Jadi ada tujuan Rasulullah Saw untuk membatasi sumber tempat pengambilan 
generasi pertama itu. Bersihkan jiwa mereka dengan sumber itu. Luruskan 
keadaan mereka dengan metode sumber itu saja. Karena itulah beliau marah 
sewaktu beliau melihat Umar Ra mencoba mengambil sumber lain.


Rasulullah ingin menciptakan suatu generasi yang bersih jiwanya, bersih 
otaknya, bersih konsepsinya, bersih pemikirannya, bersih kejadiannya dari 
setiap pengaruh lain. Itulah sebabnya generasi itu mempunyai pengaruh 
sedemikian unik dalam sejarah. Tetapi setelah itu apa yang terjadi? Segala 
macam sumber tempat pengambilan generasi-generasi selanjutnya telah 
bercampur aduk. Banyak telah dituangkan falsafat dan logika Yunani, dongeng 
dan konsepsi Persia, cerita Israeliyat Yahudi, teologi Kristen dan sisa-sisa 
peradaban lain. Semuanya ini bercampur aduk dengan tafsir Al Qur'an, dan 
bercampur aduk juga dengan fiqh dan usul. Sumber yang  tercampur aduk inilah 
yang menjadi sumber tempat pengambilan generasi-generasi setelah generasi 
yang pertama itu. ...

Akhlaq: Bersandarlah Hanya Kepada Allah Semata


Tiada keberuntungan yang sangat besar dalam hidup ini, kecuali orang yang tidak memiliki sandaran, selain bersandar kepada ALLAH. Dengan meyakini bahwa memang ALLAH-lah yang menguasai segala-galanya, mutlak, tidak ada satu celah pun yang luput dari kekuasaan ALLAH, tidak ada satu noktah sekecil apapun yang luput dari genggaman ALLAH. Total, sempurna segala-galanya ALLAH yang membuat, ALLAH yang mengurus, ALLAH yang menguasai.

Adapun kita, manusia, diberi kebebasan untuk memilih, "Faalhamaha fujuu rahaa wa takwahaa", "Dan sudah diilhamkan dihati kita untuk mau berbuat memilih mana kebaikan, mana keburukan". (QS. Asy Syamsi 91:8) Potensi baik dan potensi buruk telah diberikan kepada kita tinggal kita memilih mana yang akan kita kembangkan dalam hidup ini. Oleh karena itu, jangan salahkan siapapun andaikata kita termasuk orang yang berkelakuan buruk dan terpuruk, bukan karena salah siapapun, kecuali diri kitalah yang memilih menjadi buruk dan terburuk, naudzubillah.

Sedangkan keberuntungan bagi orang-orang yang bersandarnya hanya kepada ALLAH mengakibatkan dunia ini, atau siapapun, terlampau kecil untuk menjadi sandaran baginya. Perhatikan saja, seseorang yang bersandar pada sebuah tiang akan sangat takut tiangnya diambil, karena dia akan segera terguling, akan jatuh terpelanting. Bersandar kepada sebuah kursi, dia akan sangat takut kursinya diambil. Begitulah orang-orang yanga panik dalam hidup ini adalah orang-orang yang bersandar kepada kedudukannya, bersandar kepada hartanya, bersandar kepada penghasilannya, bersandar kepada kekuatan fisiknya, bersandar kepada depositonya, atau sandara-sandaran yang lainnya.

Padahal semua yang kita sadari sangat mudah bagi ALLAH (mengatakan "sangat mudah" juga ini terlalu kurang etis), atau akan "sangat mudah sekali" bagi ALLAH untuk mengambil apa saja yang kita sandari. Namun, andaikata kita bersandar hanya kepada ALLAH yang menguasai setiap kejadian, "Laa khaufun alaihim walaahum yahjanun", kita tidak akan pernah panik oleh apapun dan siapapun, insyaallah.

Jabatan diambil, tidak apa-apa, karena jaminan dari ALLAH tidak tergantung kepada jabatan kita. Apa artinya kita diberi jabatan, kedudukan di kantor, di kampus, tapi kedudukan itu malah memperbudak diri kita, bahkan tidak jarang menjerumuskan dan menghinakan kita. Kita lihat banyak orang terpuruk hina karena jabatannya. Maka, kalau kita bergantung pada kedudukan, jabatan, kita akan takut kehilangannya. Akibatnya, kita akan berusaha mati-matian untuk mengamankannya dan terkadang menyebabkan sikap kita jadi jauh dari kearifan.

Tapi, sungguh bagi orang-orang yang bersandar hanya kepada ALLAH dengan ikhlas, ah silakan, buat apa bagi saya jabatan, kalau jabatan itu tidak mendekatkan diri kita kepada ALLAH, tidak membuat saya terhormat dalam pandangan ALLAH. Tidak apa-apa jabatan kita kecil dalam pandangan manusia, tapi besar dalam pandangan ALLAH karena kita dapat mempertanggungjawabkannya dengan baik. Tidak apa-apa kita tidak mendapatkan pujian, penghormatan, dari makhluk, tapi mendapat penghormatan yang besar dari ALLAH SWT. Karena kita tidak akan terjamin oleh kedudukan kita, percayalah walaupun kita punya gaji 10 juta, tidak sulit bagi ALLAH sehingga kita punya kebutuhan 12 juta. Kita punya gaji 15 juta, tapi oleh ALLAH diberi penyakit seharga 16 juta, sudah pasti tekor itu.

Oleh karena itu, jangan bersandar kepada gaji atau pula bersandar kepada tabungan. Sebab, punya tabungan uang, mudah bagi ALLAH untuk mengambilnya. Cukup saja dibuat urusan sehingga kita harus mengeluarkan uang yang lebih besar dari tabungan kita. Demi ALLAH, tidak ada yang harus kita gantungi selain hanya ALLAH saja. Punya Bapak seorang pejabat, punya kekuasaan, mudah bagi ALLAH untuk memberikan penyakit yang membuat bapak kita tidak bisa menandatangani apapun, sehingga jabatannya harus segera digantikan.

Punya suami gagah perkasa; otot kawat balung besi, leher beton, urat kabel, wajah asbes. Begitu kokohnya, lalu kita merasa aman dengan bersandar kepadanya, apa sulitnya bagi ALLAH membuat sang suami muntaber, akan sangat sulit berkelahi atau beladiri dalam keadaan 'muntaber'. Atau tiba-tiba muncul bisul-bisul di ujung tangan dan jarinya, mukul siapa kalau tangannya bisulan. Atau ALLAH mengirimkan nyamuk Aides Aigypty yang betina, lalu menggigitnya sehingga menderita demam berdarah, maka lemahlah dirinya. Jangankan untuk membela orang lain, membela dirinya sendiri juga sudah sulit, walaupun ia seorang jago beladiri karate misalnya.

Siapapun yang gagah lalu petantang-petenteng, dikirim saja oleh ALLAH bakteri atau virus, maka cukup untuk membuat gigil dan takluk. Sungguh tidak ada yang bisa digantungi. Otak cerdas, tidak layak membuat kita bergantung pada otak kita, karena cukup dengan kepleset menginjak kulit pisang kemudian terjatuh dengan kepala bagian belakang membentur tembok, bisa geger otak, koma, bahkan mati.

Semakin kita bergantung kepada sesuatu, semakin diperbudak kita oleh sesuatu itu. Oleh karena itu, para istri jangan terlalu bergantung pada suami. Karena suami bukanlah pemberi riski, suami hanya salah satu jalan rizki dari ALLAH SWT, suami setiap saat bisa tidak berdaya. Suami pergi ke kantor, maka hendaknya istri menitipkannya kepada ALLAH.
"Wahai ALLAH, Engkaulah penguasa suami saya, titip matanya agar terkendali, titip hartanya andai ada jatah rizki yang halal berkah bagi kami, tuntun supaya ia bisa ikhtiar di jalan-Mu, hingga berjumpa dengan jatah rizkinya dalam keadaan barokah, tapi kalau tidak ada jatah rizkinya, tolong diadakan yaa ALLAH, karena Engkaulah yang Maha Pembuka dan Penutup rizki, jadikan pekerjaannya menjadi amal sholeh".

Insyaallah suami pergi bekerja di-back up oleh doa sang istri, subhaanallah.
Ketika pulang ternyata, 
"Mah, tidak jadi kita dapat untung". 
"Pah, kita sudah untung". 
"Mana Papah tidak bawa uang?". 
"Niat sudah merupakan keberuntungan, bersimbah keringat, berkuah peluh, 
merupakan keuntungan, apa yang kurang Pah?" 
"Tapi Mah, Papaph tidak berhasil dapat uang?" 
"Subhaanallah, uang itu nanti pasti ada di saat yang tepat. Apalah 
artinya kita punya uang, kalau hanya akan menjerumuskan, tenang Pah masih 
ada stock beras". 
"Tapi kan tidak ada lauk pauknya" 
"Justru daging itu enak kalau jarang. Bayangkan kalau Papah makan 
durian setiap hari, pasti itu durian tidak akan enak lagi. Pasti ada 
hikmah, tidak ada keburukan yang tidak mengandung kebaikan. Tenang Pah" 
"Mamah tidak kecewa?" 
"Apa yang perlu dikecewakan, kewajiban kita hanya menyempurnakan niat 
dan ikhtiar".

Subhaanallah, demikian percakapan sebuah keluarga yang bersungguh-sungguh menyandarkan dirinya hanya kepada ALLAH saja. "Wa maa yatawakkal alallah fahua hasbu", "Dan barang siapa yang hatinya bulat tanpa ada celah, tanpa ada retak, tanpa ada lubang sedikit pun. Bulat, total, penuh, hatinya hanya kepada ALLAH, bakal dicukupi segala kebutuhannya" (Q.S At Thalaq 65: 3).

ALLAH Maha Pencemburu dan tidak suka hati hambanya bergantung kepada makhluk, apalagi bergantung kepada benda-benda mati. Mana mungkin itu terjadi, sedangkan setiap makhluk itu ada dalam genggaman dan kekuasaan ALLAH. Kita bergantung kepada apa yang dikuasai ALLAH, padahal ALLAH yang menguasai segala kejadian.

Oleh karena itu, harus bagi kita untuk terus menerus meminimalkan penggantungan. Karena makin banyak bergantung, siap-siap saja makin banyak kecewa. Padahal, yang kita gantungi "Laahaula walaa quwwata illaa billah" (tiada daya dan kekuatan yang dimilikinya kecuali atas kehendah ALLAH). Maka, sudah seharusnya hanya kepada ALLAH sajalah kita menggantungkan, kita menyandarkan segala sesuatu, dan sekali-kali tidak kepada yang lain. 


(Ust. Abdullah Gymnastiar)

Hukum Onani menurut Islam


Dalam bahasa Indonesia Masturbasi memiliki beberapa istilah yaitu onani atau rancap, yang maksudnya perangsangan organ sendiri dengan cara  menggesek-geseknya melalui tangan atau  benda lain hingga mengeluarkan sperma dan mencapai orgasme. Sedangkan bahasa gaulnya adalah coli atau main sabun yaitu kegiatan yang dilakukan seseorang dalam memenuhi kebutuhan seksualnya, dengan menggunakan tambahan alat bantu sabun atau benda-benda lain, sehingga dengannya dia bisa mengeluarkan mani(ejakulasi).
Tujuan utama masturbasi adalah mencari kepuasan atau melepas keinginan nafsu seksual dengan jalan tidak bersenggama. Akan tetapi masturbasi tidak dapat memberikan kepuasan yang sebenarnya. Berbeda dengan bersenggama yang dilakukan oleh dua orang yang berlawanan jenis dalam ikatan perkawinan yang syah. Mereka mengalami kesenangan, kebahagiaan, keasyikan bersama dan penyerahan menyeluruh.
Dalam masturbasi satu-satunya sumber rangsangan adalah khayalan imaji  diri sendiri. Itulah yang menciptakan suatu gambaran erotis dalam pikiran. Masturbasi merupakan rangsangan yang sifatnya lokal pada anggota kelamin. Akibatnya masturbasi tidak bekerja sebagai suatu kebajikan. Hubungan seks yang normal dapat menimbulkan rasa bahagia dan gembira, sedangkan masturbasi malah menciptakan depresi emosional dan psikologis. Oleh karena itu memuaskan diri dengan masturbasi bertentangan dengan kehidupan seksual yang normal.
Menurut penelitian, mereka yang biasanya melakukan masturbasi berumur antara tiga belas hingga dua puluh tahun. Pada umumnya yang melakukan masturbasi adalah mereka yang belum kawin, menjanda, menduda atau orang-orang yang kesepian atau dalam pengasingan.
Anak laki-laki lebih banyak melakukan masturbasi daripada anak perempuan. Penyebabnya antara lain, pertama, nafsu seksual anak perempuan tidak datang melonjak dan eksplosit. Kedua, perhatian anak perempuan tidak tertuju kepada masalah senggama karena mimpi seksual dan mengeluarkan sperma (ihtilam) lebih banyak dialami laki-laki. Mimpi erotis yang menyebabkan orgasme pada perempuan terjadi jika perasaan itu telah dialaminya dalam keadaan terjaga.
Masalah yang berkaitan dengan onani atau dalam bahasa arabnya disebut istimna‘ banyak dibahas oleh para ulama. Sebagian besar ulama mengharamkannya namun ada juga yang membolehkannya.
1. Yang mengharamkan
Umumnya para ulama yang mengharamkan onani berpegang kepada firman Allah SWT:”Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya kecuali terhadap isterinya atau hamba sahayanya, mereka yang demikian itu tidak tercela. Tetapi barangsiapa mau selain yang demikian itu, maka mereka itu adalah orang-orang yang melewati batas.” (Al-Mu‘minun: 5-7).Mereka memasukkan onani sebagai perbuatan tidak menjaga kemaluan.
Dalam kitab Subulus Salam juz 3 halaman 109 disebutkan hadits yang berkaitan dengan anjuran untuk menikah: Rasulullah SAW telah bersabda kepada kepada kami,”Wahai para pemuda, apabila siapa diantara kalian yangtelah memiliki baah (kemampuan) maka menikahlah, kerena menikah itu menjaga pandangan dan kemaluan. Bagi yang belum mampu maka puasalah, karena puasa itu sebagai pelindung. HR Muttafaqun ‘alaih.
Di dalam keterangannya dalam kitab Subulus Salam, Ash-Shan‘ani menjelaskan bahwa dengan hadits itu sebagian ulama Malikiyah mengharamkan onani dengan alasan bila onani dihalalkan, seharusnya Rasulullah SAW memberi jalan keluarnya dengan onani saja karena lebih sederhana dan mudah. Tetapi Beliau malah menyuruh untuk puasa.
Sedangkan Imam Asy-Syafi‘i mengharamkan onani dalam kitab Sunan Al-Baihaqi Al-Kubro jilid 7 halaman 199 dalam Bab Onani ketika menafsirkan ayat Al-Quran surat Al-Mukminun …Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya.Begitu juga dalam kitab beliau sendiri Al-Umm juz 5 halaman 94 dalam bab Onani.
Imam Ibnu Taymiyah ketika ditanya tentang hukum onani beliau mengatakan bahwa onani itu hukum asalnya adalah haram dan pelakunya dihukum ta‘zir, tetapi tidak seperti zina.Namun beliau juga mengatakan bahwa onani dibolehkan oleh sebagian shahabat dan tabiin karena hal-hal darurrat seperti dikhawatirkan jatuh ke zina atau akan menimbulkan sakit tertentu. Tetapi tanpa alasan darurat, beliau (Ibnu Taymiyah) tidak melihat adanya keringanan untuk memboleh onani.
2. Yang membolehkan
Diantara para ulama yang membolehkan istimna‘ antara lain Ibnu Abbas, Ibnu Hazm dan Hanafiyah dan sebagian Hanabilah.Ibnu Abbas mengatakan onani lebih baik dari zina tetapi lebih baik lagi bila menikahi wanita meskipun budak.Ada seorang pemuda mengaku kepada Ibnu Abbas,”Wahai Ibnu Abbas, saya seorang pemuda dan melihat wanita cantik. Aku mengurut-urut kemaluanku hingga keluar mani”. Ibnu Abbas berkata,”Itu lebih baik dari zina, tetapi menikahi budak lebih baik dari itu (onani).
Mazhab Zhahiri yang ditokohi oleh Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla juz 11 halaman 392 menuliskan bahwa Abu Muhammad berpendapat bahwa istimna‘ adalah mubah karena hakikatnya hanya seseorang memegang kemaluannya maka keluarlah maninya. Sedangkan nash yang mengharamkannya secara langsung tidak ada.
Sebagaimana dalam firman Allah: “Dan telah Kami rinci hal-hal yang Kami haramkan” Sedangkan onani bukan termasuk hal-hal yang dirinci tentang keharamannya maka hukumnya halal. Pendapat mazhab ini memang mendasarkan pada zahir nash baik dari Al-Quran maupun Sunnah.
Sedangkan para ulama Hanafiyah (pengikut Imam Abu Hanifah)dan sebagian Hanabilah (pengkikut mazhab Imam Ahmad) -sebagaimana tertera dalam Subulus Salam juz 3 halaman 109 dan juga dalam tafsir Al-Qurthubi juz 12 halaman 105- membolehkan onani dan tidak menjadikan hadits ini tentang pemuda yang belum mampu menikah untuk puasa diatas sebagai dasar diharamkannya onani. Berbeda dengan ulama syafi‘iah dan Malikiyah. Mereka memandang bahwa onani itu dibolehkan. Alasannya bahwa mani adalah barang kelebihan. Oleh karena itu boleh dikeluarkan, seperti memotong daging lebih.
Namun sebagai cataan bahwa ada dua pendapat dari mazhab Hanabilah, sebagian mengharamkannya dan sebagian lagi membolehkannya. Bila kita periksa kitab Al-Kafi fi Fiqhi Ibni Hanbal juz 4 halaman 252 disebutkan bahwa onani itu diharamkan.
Ulama-ulama Hanafiah juga memberikan batas kebolehannya itu dalam dua perkara:
1. Karena takut berbuat zina.
2. Karena tidak mampu kawin.
Pendapat Imam Ahmad memungkinkan untuk kita ambil dalam keadaan gharizah itu memuncak dan dikawatirkan akan jatuh ke dalam haram. Misalnya seorang pemuda yang sedang belajar atau bekerja di tempat lain yang jauh dari negerinya, sedang pengaruh-pengaruh di hadapannya terlalu kuat dan dia kawatir akan berbuat zina. Karena itu dia tidak berdosa menggunakan cara ini (onani) untuk meredakan bergeloranya gharizah tersebut.
Tetapi yang lebih baik dari itu semua, ialah seperti apa yang diterangkan oleh Rasulullah s.a.w. Terhadap pemuda yang tidak mampu kawin, yaitu kiranya dia mau memperbanyak puasa, dimana puasa itu dapat mendidik beribadah, mengajar bersabar dan menguatkan kedekatan untuk bertaqwa dan keyakinan terhadap penyelidikan (muraqabah) Allah kepada setiap jiwa seorang mu‘min.
Untuk itu Rasuluilah s.a.w. Bersabda sebagai berikut:
“Hai para pemuda! Barangsiapa di antara kamu sudah ada kemampuan, maka kawinlah sebab dia itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan; tetapi barangsiapa tidak mampu, maka hendaknya ia berpuasa, sebab puasa itu baginya merupakan pelindung.” (Riwayat Bukhari).
Sedangkan dari sisi kesehatan, umumnya para dokter mengatakan bahwa onani itu tidak berbahaya secara langsung. Namun untuk lebih jelasnya silahkan langsung kepada para dokter yang lebih menguasai bidang ini.


Welcome
 
Support : Djino Gadget | Infolinks
Copyright © 2013. Blog Khotib - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mastemplate
Edited by Djino Gadget